MEDAN – Manyota.id | Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Poldasu mulai mendalami dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait penyimpangan Surat Keputusan (SK) perpanjangan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara (Sumut) periode 2016-2019 yang disinyalir merugikan negara sekitar Rp3,6 miliar.
Direktur Reskrimsus Polda Sumut Kombes Pol. Jhon Nababan mengatakan, pihaknya segera mengundang masyarakat yang menyampaikan pengaduan tersebut untuk meminta keterangan. Kemudian, menelaah dokumen yang dilampirkan.
“Kita akan koordinasi dengan Inspektorat Pemprov Sumut, setelah mengundang (pihak) pendumas,” kata Jhon saat dikonfirmasi Sabtu (12/3/2022).
Jhon menyatakan koordinasi dengan Inspektorat adalah bagian dari langkah meminta keterangan dan penjelasan agar laporan yang disampaikan pihak pendumas terkonfirmasi secara utuh.
“Itu prosedur agar laporan yang kita terima utuh, tidak sepihak. Ada konfirmasi,” katanya.
Disinggung kapan mengundang masyarakat yang menyampaikan pengaduan, Jhon masih belum bisa memberikan jadwal yang pasti. “Kami lihat dulu waktu yang pas. Bisa minggu ini juga kalau sudah waktunya,” ungkapnya.
Begitu juga langkah lanjutan setelah mengundang pelapor dan koordinasi dengan Inspektorat, Jhon hanya memastikan laporan itu akan dituntaskan secara baik sesuai prosedur penyelidikan dan penyidikan.
Diketahui, sebelumnya Perkumpulan Lembaga Lingkar Indonesia menyampaikan laporan dalam bentuk pendumas ke Ditreskrimsus Polda Sumut pada Jumat (4/3/).
Ketua Investigasi Lingkar Indonesia, Edy Simatupang menyebutkan, SK perpanjangan komisioner KPID Sumut periode 2016-2019 digunakan dua komisioner (Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang) untuk ikut seleksi komisioner KPID Sumut periode 2021-2024.
Padahal, SK tersebut sudah dinyatakan tidak sah oleh Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto. Akan tetapi, anehnya dua calon incumbent tersebut lolos seleksi bahkan langsung ke tahap uji kelayakan hingga akhirnya dipilih menjadi komisioner.
“Kami menduga ada transaksional SK perpanjangan komisioner KPID Sumut periode 2016-2019 yang diteken Sekdaprovsu. Padahal, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 32/2002 pasal 10 ayat 3 dan Peraturan KPI Nomor tahun 2014 pasal I ayat 2, SK perpanjangan harus diteken Gubernur Sumut, bukan Sekda,” sebut Edy.
Dia menjelaskan, SK perpanjangan yang tidak sah legalitasnya berpotensi menimbulkan kerugian negara. Sebab, pada saat menjadi komisioner KPID Sumut periode 2016-2019 telah menggunakan anggaran negara senilai Rp3,6 miliar.
“Bukti-bukti kita lampirkan juga dalam pengaduan yang dilaporkan ke Direktorat Reskrimsus Polda Sumut, yaitu SK perpanjangan tersebut dan SK Komisi Informasi Publik sebagai pembanding karena diteken Gubernur Sumut,” pungkasnya. (Red)