Jakarta – Manyota.id | Dr. Agus Supriyo, SH, M.Si, perwakilan 112 korban PT. Mahkota Berlian Cemerlang (PT. MBC) developer apartemen yang merugikan nasabah mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2024). Tujuannya mereka datang ke KPK ditemani Hufron SH selaku pengacara untuk mencari keadilan dan melaporkan adanya dugaan suap kepada hakim Pengadilan Negeri Niaga (PN) Surabaya.
KPK diminta untuk mengusut adanya dugaan suap penanganan perkara di PN Surabaya yang dilakukan PT. MBC selaku Developer Apartemen Puricity dan Apartemen Purimas yang terletak di Jl. MERR Surabaya. Putusan itu telah dinyatakan dalam keadaan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 40/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Sby., tanggal 6 Juli 2023.
“Kami menduga ada kongkalikong dan dugaan suap kepada Hakim Pengadilan Niaga Surabaya. Sehingga putusan hakim tersebut tidak masuk akal dan menguntungkan pihak PT. MBC yang juga telah dilaporkan ke Polda Jatim terkait penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPO) 2023 lalu,” Agus Supriyo kepada media, Jumat (31/5/2024) di Jakarta.
Menurut Agus, dalam proses kepailitan tersebut, saya sebagai salah satu Kreditor pembeli unit Apartemen telah mendaftarkan tagihan kepada Tim Kurator dan telah diverifikasi. Dimana dalam Rapat Pencocokan Piutang pada tanggal 8 Agustus 2023 di Pengadilan Niaga Surabaya, telah termuat dalam Daftar Piutang Tetap (“DPT”) tertanggal 4 September 2023,” jelas Agus sapaan akrabnya.
Kata dia, kejanggalan dan dugaan penyimpangan terjadi dimulai dari proses Pengajuan Gugatan Lain-Lain (GLL) yang diajukan oleh PT MBC (dalam pailit). Yang mana terkesan tidak terbuka sampai dengan dikabulkannya Gugatan Lain-Lain (“GLL”) dalam Perkara Nomor : 63/Pdt.Sus-Pailit-GLL/2023/PN Niaga Sby),
Adapun Susunan Majelis Hakim saat putusan, yaitu SDR, S.H., M.Hum. (Hakim Ketua), Hakim STR, S.H., M.H. (Hakim Anggota 1), dan SFZ, S.H., M.Hum. (Hakim Anggota 2) selaku Majelis Hakim yang mengadili perkara GLL tersebut.
“Dalam amar putusannya mengabulkan GLL untuk sebagian. Dimana putusan tersebut dijatuhkan terhadap GLL yang mengandung cacat formil, bertentangan dengan UU Kepailitan dan PKPU, serta melampaui kewenangan Hakim Niaga,” jelas Agus.
Di dalam GLL tersebut PT. MBC (dalam Pailit) meminta agar para kreditor yang terlambat / tidak mendaftarkan piutang dimasukkan ke dalam Daftar Piutang Tetap (DPT), Padahal seharusnya yang berkepentingan mengajukan GLL adalah para kreditor, bukan PT MBC sebagai Debitor (dalam Pailit).
“PT. MBC tidak memiliki legal standing mengajukan GLL tersebut. seharusnya yang berkepentingan mengajukan GLL adalah para kreditor, bukan PT MBC sebagai Debitor yang sudah pailit,” imbuh Agus
Sementara itu Dr. Hufron, SH, MH selaku pengacara kreditor 112 konsumen mengatakan, piutang yang tidak didaftarkan atau didaftarkan setelah lewat jangka waktu yang ditentukan (terlambat) dengan alasan apapun sebenarnya tidak diterima / tidak dicocokkan sebagaimana diatur dan ditentukan secara jelas dan tegas dalam Pasal 27 jo. Pasal 133 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU (UU K-PKPU).
“Namun, pasal yang sudah jelas dan tegas tersebut (expressis verbis), oleh Majelis Hakim Perkara Nomor : 63/Pdt.Sus-Pailit-GLL/2023/PN Niaga Sby), malah ditafsirkan dan dipelintir sedemikian rupa, yang kemudian dijadikan dasar untuk mengabulkan GLL dan memasukkan nama-nama Kreditor yang (tidak mendaftarkan / terlambat) mendaftarkan piutang tersebut ke dalam Daftar Piutang Tetap (“DPT”),” ungkapnya.
Kata Hufron, selain itu, PT. MBC diduga kuat melakukan intervensi Laporan Pidana (LP) yang diajukan oleh para kreditor dengan cara memasukkan dan meminta di dalam GLL tersebut. Dimana agar Laporan Pidana (LP) ditujukan PT. MBC diselesaikan secara keperdataan saja, dan meminta kepada Majelis hakim GLL memerintahkan mencabut Laporan Polisi yang ada.
“Anehnya, Majelis Hakim Perkara Nomor : 63/Pdt.Sus-Pailit-GLL/2023/PN Niaga Sby), justru mengabulkan permintaan GLL yang demikian. Sehingga Majelis Hakim dalam perkara perdata khusus (kepailitan) ini telah melampaui batas kewenangan / kompetensi absolut dari Pengadilan Niaga,” kata Hufron penuh keheranan.
Apalagi katanya, putusan tersebut seakan-akan sama seperti Putusan Praperadilan, yakni memerintahkan Penghentian Penyidikan (SP3) dalam proses peradilan pidana.
“Hal ini menunjukkan adanya dugaan yang sangat kuat adanya unsur penyuapan dan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang dilakukan majelis hakim perkara aquo. Tidak mungkin diputus menyimpang seperti iini, bila tidak ada kongkalikong yang saling menguntungkan secara melawan hukum,” jelas Hufron.
Putusan atas GLL tersebut tentu sangat merugikan Para Kreditor, termasuk Pelapor, yang sebelumnya sudah mendaftarkan piutang dan masuk ke dalam DPT tanggal 4 September 2023. Karena masuknya nama-nama Kreditor yang terlambat/tidak mendaftarkan piutangnya tersebut ke dalam DPT, tentu akan merubah jumlah Kreditor yang terdaftar dalam DPT sebelumnya.
“Putusan aneh ini berpotensi mengurangi prosentase pembagian yang akan diperoleh Para Kreditor, termasuk Pelapor. Bahkan ada indikasi Putusan atas GLL tersebut akan dijadikan sebagai dasar/contoh bagi Bank “BV” selaku Kreditor Separatis yang sebelumnya tidak mendaftarkan piutang, untuk mengajukan GLL serupa,” jelasnya lagi.
Lanjut Hufron, disamping itu, Putusan atas GLL yang memerintahkan untuk mencabut Laporan Polisi yang ada sebelumnya, juga akan mengancam Laporan Polisi No : LP/B/394/VI/2023/SPKT/POLDA JAWA TIMUR yang telah kami buat mewakili (± 112 orang) sebagai korban dugaan penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang. Dimana saat ini ditangani oleh Satreskrim Polrestabes Surabaya.
“Bahkan kami juga telah mendengar ada desas-desus Laporan Polisi kami tersebut akan dihentikan. Inilah kenapa kami laporkan hal ini agar KPK mengusut adanya dugaan suap kepada hakim, laporan etik kepada Komisi Yudisial RI dan Bawas MA RI,” tukas Hufron.
Sebenarnya, dengan diajukannya GLL tersebut, melalui Kuasa Hukum 112 kreditur, telah mewanti-wanti dengan mengirimkan surat perihal permohonan perlindungan hukum atas adanya Gugatan Lain-Lain yang diajukan oleh PT. Mahkota Berlian Cemerlang (Dalam Pailit) terhadap Tim Kurator yang didasari dengan itikad buruk tertanggal 9 Januari 2024 kepada Majelis Hakim Perkara No. 63/Pdt.Sus-Pailit-GLL/2023/PN Niaga Sby.
Namun kata Hufron, permohonan perlindungan hukum yang diajukan oleh Kuasa Hukum tersebut tidak ditanggapi. Sehingga pada akhirnya kami membuat laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim oleh Majelis Hakim dalam perkara GLL (No. 63/Pdt.Sus-Pailit-GLL/2023/PN Niaga Sby) kepada Ketua Komisi Yudisial RI, dan Bawas MA-RI, serta laporan dugaan tindak pidana penyuapan kepada Hakim pemeriksa perkara GLL (No. 63/Pdt.Sus-Pailit-GLL/2023/PN Niaga Sby) kepada Pimpinan KPK RI.
“Langkah hukum ini guna menuntut keadilan dan meminta dengan hormat kepada Pimpinan KPK RI, Ketua Komisi Yudisial RI, dan Kepala Badan Pengawas (BAWAS) MA-RI, untuk mengusut tuntas dugaan Laporan/pengaduan kami, sebagaimana mestinya menurut hukum, keadilan dan kebenaran,” pungkas Hufron. (red)