Madina – Manyota.id | Praktik penggalian bebatuan untuk mendapatkan bijih emas di daerah aliran sungai (DAS) Kecamatan Kotanopan masih terus berlangsung, meskipun mendapat desakan untuk segera dihentikan. Meski Forkopimda Kabupaten Mandailing Natal telah memutuskan untuk menutup tambang ilegal yang menggunakan excavator, penambang malah menambah alat berat dan terus beraktivitas tanpa takut.
Keputusan Forkopimda tersebut mendapat reaksi tak terduga, memunculkan asumsi bahwa ada kemungkinan keuntungan dari aktivitas ilegal tersebut dinikmati oleh pihak yang seharusnya menegakkan hukum. Lokasi penggalian yang berdekatan dengan kantor Polisi Sektor dan Koramil Kotanopan menimbulkan spekulasi tentang pengetahuan pihak penegak hukum terhadap aktivitas ini.
Mengapa APH seperti tidak responsif? Ada dua kemungkinan: penerimaan upeti atau adanya kekuatan lain yang lebih besar. Lebih lanjut, lemahnya keputusan Forkopimda yang memberikan tenggat waktu 21 hari bagi penambang untuk beraktivitas menimbulkan kecurigaan terhadap kemungkinan kesepakatan sebelumnya.
Ketua KNPI Madina, Khairil Amri Nasution, menyatakan bahwa tenggang waktu yang diberikan menimbulkan kecurigaan akan adanya kesepakatan tersembunyi. Sementara itu, Kapolres Madina tampaknya lambat dalam menyelidiki aktivitas penambangan ilegal ini, meninggalkan pertanyaan mengenai kelambanan penegakan hukum.
Sikap wakil bupati yang berbeda dalam menangani kasus serupa sebelumnya juga menjadi perhatian. Pertambangan saat ini tampaknya tidak terpengaruh oleh otoritas setempat, meninggalkan kesan kehilangan kontrol.
Dalam pandangan masyarakat, penambangan dianggap sebagai usaha bertahan hidup, meskipun mengancam ekosistem dan persawahan di wilayah tersebut. Framing yang menyudutkan penambangan tradisional sebagai satu-satunya cara bertahan hidup mengaburkan inti masalah: penggunaan alat berat yang merusak lingkungan.
Pencarian emas secara tradisional telah lama berlangsung tanpa kontroversi sebelumnya. Kesalahan APH dalam menanggapi situasi ini telah menciptakan konflik yang seharusnya dapat dihindari. Penghentian aktivitas excavator seharusnya tidak menghentikan peluang ekonomi masyarakat, melainkan membuka pintu untuk pendapatan yang lebih berkelanjutan.
Dengan tenggang waktu sekitar 10 hari yang diberikan oleh Forkopimda, APH masih memiliki peluang untuk menegakkan hukum secara persuasif, asalkan mereka bersedia bertindak dengan cepat dan tegas.(Red)