MEDAN – manyota.id | Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumut secara resmi menyurati Gubernur Sumut Edy Rahmayadi untuk mempertanyakan tindakan korektif Gubernur atas temuan maladministrasi yang berimplikasi pada hasil pemilihan 7 komisioner KPID Sumut 2022-2025.
Dalam surat bernomor B/0284/LM.11-02/0015.2022/IV/2022 perihal Monitoring Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang dikirimkan pada 18 April 2022 itu, Ombudsman Perwakilan Sumut meminta Gubernur untuk memperbaiki temuan di LAHP yang dinilai melanggar hukum administrasi negara berdasarkan hasil penelitian Tim Pemeriksa.
“Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumut telah menyerahkan LAHP kepada Gubernur pada 24 Maret 2022 agar melaksanakan Tindakan Korektif dalam LAHP selama 30 hari sejak LAHP diterima. Surat ini mengingatkan Gubernur terkait batas waktu 15 hari ke depan untuk melaksanakan Tindakan Korektif,” ungkap Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut Abyadi Siregar kepada wartawan, Rabu (20/4/2022).
Abyadi menyebutkan perlunya tindakan korektif itu sebagai respons konkret dari Gubernur untuk memperbaiki kekeliruan dan pelanggaran administrasi yang dilakukan Pemprov Sumut sehingga berdampak terhadap penilaian maladminstrasi di tahapan seleksi calon komisioner KPID 2022-2025 di DPRD Sumut.
“Ombudsman telah menyelesaikan serangkaian pemeriksaan dalam menindaklanjuti laporan masyarakat atas nama Valdesz Junianto Nainggolan, dkk terkait Maladministrasi Penyimpangan Prosedur Ketua Komisi A DPRD Sumut atas pelaksanaan dan penetapan 7 nama KPID Sumut pada tahap fit and proper test. Jadi sesuai kewenangannya, Gubernur harus mengkoreksi pelanggaran administrasi dalam LAHP dimaksud,” tulis Abyadi dalam surat yang dikirimkan ke Gubernur.
Kata Abyadi, pihaknya juga meminta Gubernur menyurati Tim Pemeriksa Ombudsman Sumut apabila tindakan korektif dimaksud sudah dilakukan.
“Ini sebagai bukti kami bahwa LAHP Ombudsman ditanggapi secara baik oleh Pak Gubernur,” tukasnya.
Kuasa Hukum 8 Penggugat Penetapan 7 Komisioner KPID 2022-2025 Ranto Sibarani secara tegas menyatakan surat monitoring Ombudsman tersebut alamat membuat seluruh calon komisioner KPID tersandera.
“Yang pasti semuanya tersandera, apalagi 7 nama calon yang digugat itu. Tak laku lagi manuver politik di titik ini. Kalau surat penetapan 7 nama itu nekad diterbitkan, kami gugat ke PTUN. Tapi sebelum itu keluar, kami gugat dulu Ketua Komisi A Hendro Susanto atas Perbuatan Melawan Hukum ke PN Medan. Paling lambat Senin depan kami daftarkan. Surat monitoring LAHP Ombudsman sudah kuat untuk klien kami mendaftarkan gugatan. Kalau sekali ini nggak ada ampun lagi,” tegasnya.
Ranto memastikan semua pihak akan tersandera oleh surat monitoring LAHP Ombudsman, termasuk Gubernur yang diyakininya tidak akan melantik 7 nama yang dikirim paksa oleh Ketua DPRD.
“Setelah surat penetapan dikirim paksa oleh Ketua DPRD, pihak-pihak yang terkait dengan 7 nama itu pasti sibuk melobi Pak Gubernur. Ada yang lewat tokoh olahraga, ormas, parpol, macam lah itu. Tapi kita yakin Biro Hukum Pemprov akan memberikan pertimbangan hukum yang tepat untuk pak Gubernur. Kita haqqul yakin Pak Gubernur tak punya kepentingan apapun dalam seleksi ini,” tegas Ranto.
Ranto yakin masalah ini semakin rumit dan melebar saat Gubernur mendapatkan informasi terbaru soal penyelidikan Ditkrimsus Polda Sumut atas dugaan tipikor dalam delik penggunaan anggaran tidak sah terkait SK perpanjangan KPID 2016-2019 yang dinyatakan maladmistrasi di LAHP Ombudsman.
“Ada 2 calon petahana yang terlibat di dalamnya yaitu Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang. Ditkrimsus sudah serahkan surat P2D kepada pihak pelapor dari Lingkar Indonesia. Itu semuanya, dari LAHP Ombudsman, surat monitoring, surat jawaban Sekda atas somasi calon komisioner, ditambah surat P2D dari Ditkrimsus Polda adalah alat bagi Biro Hukum Pemprov dalam memberikan pertimbangan hukum kepada Pak Gubernur,” tukasnya.
Ranto berharap lima pimpinan DPRD tidak bermain-main politik lagi pada titik krusial ini. Sebab masalahnya sudah terang-benderang di depan publik. Saran dia, pimpinan DPRD berpikir jernih untuk mengambil keputusan politik yang terbaik demi menjaga wibawa dan kehormatan kelembagaan DPRD.
“Kelima pimpinan itu kan kolektif kolegial. Tak perlu saling tekan atas nama gengsi dan marwah partai. Tak ada manfaatnya. Masalah ini sudah kompleks, dan jelas arah pidananya. Jangan-jangan nanti ada pimpinan komisi yang “lengket” kalau Ditkrimsus menyidik lebih dalam lagi. Jangan-jangan ya,” ujarnya.
“Tapi yang pasti kami akan menyurati BPKP Sumut untuk meminta audit investigasi terhadap penggunaan anggaran KPID selama masa perpanjangan dari tahun 2020 sampai saat ini,” pungkas Advokat yang Tenaga Ahli Komisi A DPRD Sumut dari tahun 2015-2019 tersebut. (Red)